Beranda | Artikel
Risalah Talak (13), Talak Bersyarat
Minggu, 25 November 2012

Setelah sebelumnya dibahas talak bid’iy atau talak yang tidak sesuai tuntunan -seperti talak ketika haidh- dan kesimpulannya talak tersebut dihukumi jatuh talak, maka saat ini kita akan melihat pembahasan talak lainnya. Yang kita bahas adalah “talak bersyarat”. Talak yang dimaksud di sini adalah seperti ucapan suami pada istri, “Jika kamu ceritakan pertengkaran ini ke keluargamu, maka kita cerai.” Inilah yang akan dikaji pada tulisan kali ini.

Sebelum melangkah ke penjelasan talak bersyarat, terlebih dahulu kita lihat dua jenis talak yang lain. Tujuannya agar bisa dibedakan dengan talak bersyarat.

Talak Munajjaz

Talak munajjaz adalah talak yang tidak disebutkan syarat, tidak memakai syarat, dan tidak ada tambahan waktu akan datang. Jadi yang dimaksud talak munajjaz adalah jatuhnya talak saat itu juga. Contoh ucapannya: Saya talak kamu atau saya ceraikan kamu.

Hukum talak ini adalah jatuh talak saat itu juga. Masa ‘iddah dimulai dihitung ketika itu -jika ia memiliki hitungan masa ‘iddah-. Namun masih perlu dilihat pula mengenai talak ba-in dan roj’iy.

Talak Mudhof

Talak mudhof adalah talak yang dikaitkan dengan waktu. Talak ini diniatkan jatuh jika telah mencapai waktu tertentu. Contoh ucapannya: Saya talak kamu pada awal bulan depan.

Hukum talak ini terjadi perselisihan pendapat di antara para ulama sebagai berikut:

1- Talaknya sah ketika diucapkan namun barulah jatuh ketika telah mencapai waktunya. Demikian pendapat Abu ‘Ubaid, Ishaq, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Daud Az Zohiriy dan pengikutnya.

2- Talaknya jatuh ketika diucapkan. Inilah pendapat Ibnu Musayyib, salah satu pendapat Imam Abu Hanifah, Al Laits dan Imam Malik.

3- Talaknya tidak jatuh baik ketika diucapkan atau ketika sudah mencapai waktunya. Pendapat terakhir ini dianut oleh Ibnu Hazm. Alasannya, karena tidak ada dalil dari Al Qur’an maupun hadits yang menunjukkan bahwa talak tersebut jatuh. Begitu pula nikah dengan mengatakan bahwa kita akan nikah tahun depan, tidak bisa dianggap telah nikah, maka sama halnya dengan talak. Alasan lainnya, hal ini sama saja mengharamkan hubungan yang halal dengan zhon (sangkaan) padahal masih Allah halalkan dengan yakin.

Talak Mu’allaq atau Talak Bersyarat

Talak mu’allaq adalah mentalak istri dengan mengaitkan pada terjadinya sesuatu baik sesuatu yang akan terjadi pada suami yang mentalak atau pada istri yang ditalak, bisa pula dikaitkan dengan perbuatan orang lain.

Jika dikaitkan dengan sesuatu yang terjadi pada suami yang mentalak atau pada istri yang ditalak, maka seperti ini disebut yamin (sumpah) menurut jumhur (mayoritas ulama). Dianggap demikian karena di dalamnya dianggap terdapat makna sumpah. Contohnya seperti  ucapan suami pada istri: Jika engkau keluar dari rumah, maka engkau saya talak; atau jika aku bersafar, maka engkau kutalak; atau jika aku berkunjung pada si fulan, maka saya talak engkau.

Jika dikaitkan dengan perbuatan orang lain (bukan suami atau istri) atau dikaitkan pada sesuatu yang terjadi, maka ini tidak disebut yamin (sumpah) karena sudah tidak adanya lagi makna tersebut. Semacam ini disebut ta’liq (syarat), bukan sumpah. Namun sebagian ulama masih menyebutnya yamin. Contohnya seperti ucapan suami pada istri: Kamu saya talak jika matahari tenggelam.

Hukum talak dengan maksud sumpah, seperti ucapan ‘jika engkau keluar rumah, maka engkau ditalak’, maka ada dua keadaan:

1- Maksud dari ucapan talak adalah jatuh talak secara hakiki jika syarat tersebut tercapai. Menurut jumhur ulama, talak tersebut dianggap jatuh.

2- Maksud dari ucapan talak bukan maksud talak secara hakiki namun untuk ancaman supaya mengerjakan atau meninggalkan sesuatu. Mengenai talak dengan maksud ini, ada dua pendapat di antara para ulama:

a- Talak tersebut jatuh ketika syaratnya tercapai. Inilah pendapat jumhur fuqoha dan empat ulama madzhab. Di antara alasannya karena muslim harus berpegang dengan syarat yang ia tetapkan.

b- Talak tersebut tidaklah jatuh. Pendapat ini menjadi pegangan ‘Ikrimah, Thowus, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim. Di antara alasannya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَى غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَلْيَأْتِهَا وَلْيُكَفِّرْ عَنْ يَمِينِهِ

Barangsiapa bersumpah untuk melakukan sesuatu, lalu ia melihat ada kebaikan pada yang lain, maka pilihlah yang baik tersebut dan batalkan sumpah tersebut dengan kafaroh.” (HR. Muslim no. 1650).

Tujuh orang sahabat -yaitu Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Abu Hurairah, Aisyah, Abu Salmah, Hafshoh, Zainab, menganggap tidak jatuhnya sumpah dengan memerdekakan budak. Demikian bisa diqiyaskan dengan talak dengan qiyas yang shahih.

Kesimpulan: Karena tidak ada dalil tegas dari Al Qur’an maupun hadits Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, juga tidak ada ijma’ (konsensus para ulama), ditambah kesesuaian dengan maqoshid syari’at, maka pendapat yang terkuat dalam masalah ini adalah talak mu’allaq bersyarat (talak dengan maksud sumpah) tidaklah jatuh. Sekali lagi talak ini adalah jika dengan maksud sebagai ancaman supaya mengerjakan atau meninggalkan sesuatu. Namun jika maksudnya adalah talak secara hakiki, maka dianggap jatuh talak. Mahkamah di Mesir berpendapat yang sama, mereka berkata, “Tidak jatuh talak bersyarat jika dimaksudkan sebagai ancaman (peringatan) untuk mengerjakan atau meninggalkan sesuatu, bukan yang lainnya.”

Demikian kesimpulan dari Syaikh Abu Malik Kamal Salim dalam Shahih Fiqh Sunnah, 3: 306.

Wallahu waliyyut taufiq. Semoga Allah memberi kita taufik untuk membina keluarga kita dengan baik.

 

@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, 11 Muharram 1434 H

www.rumaysho.com


Artikel asli: https://rumaysho.com/2990-risalah-talak-13-talak-bersyarat.html